Masih merupakan kesatuan dari seri "Prinsip Umum Pemadaman
Kebakaran" penulis mencoba berbagi informasi yang mungkin dapat menjadi
bahan diskusi bagi rekan-rekan petugas Pemadam, terlebih mereka yang
masih pemula dalam bidang pekerjaan yang penuh tantangan. Sebagai tema
dari tulisan kali ini adalah Locate, Confine, Extinguishing.
Ketika satu unit Pemadam Kebakaran tiba di lokasi kejadian secara
otomatis terlintas dibenak para petugas berbagai pertimbangan tentang
kondisi lokasi dan insiden. Segera setelah itu tindakan awal yang perlu
di ambil segera di lakukan. Tindakan-tindakan yang mereka lakukan,
sesuai kondisi yang mereka hadapi, biasanya tidak terlepas dari pola, tentukan titik lokasi (locate), lokalisir/hambat perambatan kesegala arah (confine), dan pemadaman (extinguishing).
Tindakan awal (tentukan lokasi) seringkali dilakukan sebelum
pengamatan terhadap lokasi dan kondisi insiden telah sepenuhnya
dilakukan. Seringkali penentuan lokasi dianggap termasuk sebagai bagian
dari proses pengamatan (size up) akan tetapi ada perbedaan mendasar karena untuk menentukan lokasi kejadian diperlukan kerja fisik oleh para petugas.
Penentuan titik lokasi kejadian (locate) seharusnya telah
dapat dilakukan oleh para petugas sebelum unit mereka berangkat menuju
lokasi insiden. Akan tetapi seringkali para petugas pada saat berangkat
masih belum pasti titik lokasi kejadian, karena banyak laporan darurat
dilakukan orang yang melintasi tempat kejadian tanpa pelapor tahu
persis apa dan di mana objek yang terbakar misalnya.
Karenanya sebelum berangkat menuju lokasi kejadian yakinkan terlebih
dahulu titik kejadian, sehingga dari awal dapat diperkirakan pola
operasi yang akan diterapkan. Termasuk di sini adalah dimanakah posisi
unit akan ditempatkan dan dari manakah unit dapat mencapai lokasi
kejadian serta ke arah manakah selang akan di gelar untuk operasi
pemadaman Kebakaran atau peralatan rescue apakah yang paling tepat untuk
dipersiapkan pada operasi rescue. Karena kita sadari apabila dari awal
kita salah dalam menentukan titik lokasi maka untuk berbalik arah
dalam upaya mencapai rute yang tepat adalah bukan hal yang sederhana
atau mudah. Atau ternyata karena kesalahan menempatkan unit proses
menggelar selang menjadi sulit karena akses menuju titik kejadian
terhalang oleh bangunan tinggi, sungai, lintasan (rel) kereta dan
sebagainya. Karenanya melengkapi petugas dengan radio komunikasi akan
sangat membantu mereka menuju titik lokasi dan penempatan unit. Dengan
adanya radio komunikasi apabila informasi lebih detil tentang titik dan
kondisi kejadian yang masuk setelah unit berangkat akan dapat
disampaikan oleh operator atau petugas lain yang lebih mengetahui
lokasi tempat kejadian.
Tindakan lanjutan yang biasanya dilakukan para petugas Pemadam adalah lokalisir/hambat perambatan api / kebakaran kesegala arah (confine).
Tindakan ini dilakukan untuk menjaga agar Kebakaran tidak meluas yang
otomatis akan menyulitkan upaya pemadaman dan tentunya menambah kerugian
yang diderita oleh masyarakat. Ada juga yang menambahkan tindakan
sebelum melokalisir perambatan Kebakaran dengan melindungi objek-objek yang terpapar oleh kebakaran/panas (protect exposures).
Hal ini tentunya dapat menjadi bahan diskusi yang menarik, akan tetapi
dalam tulisan ini penulis tidak akan menganalisa perlu atau tidaknya
tindakan tersebut. Karena pada dasarnya setiap kejadian menuntut
tindakan yang spesifik yang mungkin berbeda antar satu dengan lainnya.
Walaupun sekilas terlihat sederhana akan tetapi untuk kota Jakarta
seringkali menjadi tindakan yang sangat pelik terutama untuk kawasan
permukiman tidak tertata karena akses menuju titik lokasi kejadian
sangat terbatas dan sulit, karenanya Kebakaran sering meluas dan tidak
terkendali. Sekali lagi fungsi radio komunikasi sangat memegang peranan
dalam memandu penempatan unit-unit pada area Kebakaran yang luas.
Urutan terakhir dari tindakan-tindakan tersebut adalah pemadaman (extinguishing),
walaupun bukan tindakan yang mudah akan tetapi apabila
tindakan-tindakan terdahulu telah dapat dilaksanakan dengan baik
tindakan pemadaman akan menjadi lebih ringan. Terlebih lagi apabila para
petugas yang melakukan pemadaman telah memiliki pengalaman yang cukup
dan dilengkapi dengan peralatan dan kelengkapan yang memadai serta
terjaminnya pasokan air sebagai bahan Pemadam utama dalam sebagian besar
kejadian Kebakaran.
Sebagai rangkuman dari tulisan ini dan tulisan-tulisan sebelumnya
dalam seri "Prinsip Umum Pemadaman Kebakaran" adalah bahwa setiap
kejadian Kebakaran atau insiden lain membutuhkan tindakan spesifik yang
berbeda satu dengan lainnya walau terkadang terlihat sama. Oleh
karenanya pengalaman operasional dan latihan simulasi yang bervariasi
akan menjadi modal setiap personil dalam menentukan tindakan yang harus
dilakukan dalam setiap insiden. Selain itu ketersediaan Prosedur
Operasi Standar (POS) (standard operating procedure (SOP))
akan sangat membantu para petugas dalam melakukan operasi dan juga
mencegah kesalahan-kesalahan yang tidak perlu yang mungkin akan
memperburuk keadaan.
Satu hal lagi yang menarik, yang diungkap dalam buku sumber tulisan
ini, yang mungkin dapat menjadi bahan diskusi bagi para petugas Pemadam
Kebakaran dan penyelamat dan disebutkan sebagai aturan pamungkas (last rule) untuk pemadaman Kebakaran, yaitu "biarkan keadaan mengatur prosedur" (let circumstances dictate procedures). Erkatio
Thanks to : Komandan Asepto Wulung
Artikel dapat juga dibaca di group fb DAMKAR WITH LOVE
0 komentar:
Posting Komentar