Dulu, sebelum ada dinas pemadam kebarakan, tahukah anda cara
orang-orang mengatasi kebakaran? Sebelum abad ke-20, Jakarta belum
mengenal pemadam kebakaran. Saat itu, orang mengandalkan “tukang ronda”
sebagai pemadam kebakaran. Di setiap gardu ronda terdapat kentongan.
Rata-rata terbuat dari kayu. Kentongan itulah yang dipukul ketika ada
kebakaran.
Tanda kentongan kebakaran berbeda dengan kasus perampokan atau
kekacauan. Kalau kentongan dipukul terus-menerus, maka itu pertanda
terjadi kebakaran. Sedangkan pertanda perampokan dan kekacauan hanya
tiga kali pukulan secara berulang-ulang. Di setiap kampung, di jaman
itu, ada kelompok-kelompok pemadam kebakaran. Biasanya adalah para
pemuda kampung yang belum bekerja dan kena pajak. Jika terjadi
kebakaran, maka pemuda-pemuda itu harus bertindak cepat. Anak-anak muda
itu dijuluki “Anak Pompa”. Jika mereka bekerja dengan baik, maka warga
akan memberinya hadiah.
Pada bulan Desember 1918, terjadi kebakaran besar di daerah Kwitang.
Kebakaran besar itu gagal diantisipasi. Akhirnya, dari dalam dan luar
dewan kotapraja muncul tuntutan pembentukan korps pemadam kebakaran.
Pada tahun 1919, Batavia akhirnya resmi punya korp pemadam kebakaran.
Namanya “Brandweer”. Di berbagai daerah, cara pengucapannya pun
berbeda-beda: Blangwir, Blamwir, Blambir.
Korp pemadam kebakaran jaman itu sudah canggih: sudah menggunakan
mobil tangki dan selang. Cuma memang bentuk mobilnya sangat unik: mobil
biasa yang membawa tangki biasa pula. Seragam pemadam kebakaran,
khususnya di daerah, juga unik. Di Surabaya, pemadam kebakaran
mengenakan jas dan memakai kopiah. Rata-rata mereka juga tidak
mengenakan sandal alias alas kaki. Tetapi di Batavia, petugas pemadam
kebakarannya cukup berbeda. Mereka mengenakan kostum mirip seragam
pasukan Belanda. Mobil yang mereka pergunakan juga cukup unik. Markas
pemadam kebakaran di Jakarta terletak di Gang Ketapang.
(Sumber: ABDUL MUNTHALIB, Berdikari Online)
0 komentar:
Posting Komentar