Imlek kemarin Ibu mengajak aku ke Makam Gus Dur. Agak kuatir juga,
karena Ibu jarang bepergian jauh. Tiba-tiba harus ke Jombang. Sopir yang
menyetir sudah aku beri tahu, kalau mau ke komplek makam Gus Dur dan
keluarga Ponpes Tebuireng , Peziarah yang datang dari arah Surabaya
saat memasuki Kota Jombang langsung menuju arah Malang-Kediri yang
melintasi PG Cukir.
Parahnya sopir juga baru pertama kali ini ke daerah Jawa Timur. Jadi
sempat kesasar. Tapi, inilah saktinya nama Gus Dur. Semua yang ditemui
antusias saat ditanyai di mana letak makam Gus Dur. Ah, aku lega.
Akhirnya sampai juga. Makam tersebut berjarak sekitar 8 km dari pusat
Kota Jombang. Ada di Kompleks Pondok Pesantren Tebu Ireng.
Wajah Ibu yang pucat langsung berubah ceria begitu menginjakan kaki di
halaman Ponpes. Aku tahu kenapa di hari libur Imlek ke Makam Gus Dur,
bukan malah merayakannya seperti orang orang china yang lain, Gus Dur
memang sangat berarti buat Ibu dan kami orang China keturunan. Aku masih
inget betul, saat kecil ada pertemuan orang China di Klenteng dan
menyambut kedatangan Gus Dur. Aku membacakan puisi dan Gus Dur mencium
pipiku. Memuji kalau cara membaca puisiku bagus.
Komplek makam Gus Dur ternyata ramai bangeti. Gimana nggak ramai karena
makam Gus Dur tepat berada di tengah-tengah ponpes dan banyak terlihat
aktivitas santri yang mengaji dan belajar ilmu agama. Kupikir orang
orang di sekitar makam yang sama seperti niatku mengunjungi makam, akan
memandang asing dan heran aku dan Ibu yang China, tapi nyatanya tidak.
Malah setelah acara doa ritual di makam, ada yang bilang kepadaku sudah
biasa orang China datang ke Makam Gus Dur. Juga orang bule, orang lain
agama. Itu karena Gus Dur pembela kaum minoritas.
Sore aku dan Ibu pulang. Aku lihat Ibu sempat menangis tadi di makam Gus
Dur. Ibu bilang saat makan di sebuah rumah makan di Malang, Gus Dur
adalah orang yang pertama mencabut Intruksi Presiden (Inpres) No
14/1967. Inpres yang dikeluarkan oleh ORBA ketika awal berkuasa pada
tahun 1967dan melarang kaum Tionghoa merayakan pesta agama dan adat
istiadat di depan umum dan hanya boleh dilakukan di lingkungan keluarga.
“Karena Gus Dur, saat ini kita bisa merayakan Imlek…” begitu kata Ibu….
Penulis: Elisabeth Ngatini Alias Tiger
Kompasiana
Penulis: Elisabeth Ngatini Alias Tiger
Kompasiana
0 komentar:
Posting Komentar